Kamis, 12 Januari 2012

Pelaksanaan Wawancara Konseling Individual (Bimbingan dan Konseling 5)

Fase-Fase dalam Proses Konseling di Sekolah


Pembahasan mengenai pelaksanaan wawancara konseling individual akan difokuskan pada dua topik yaitu mengenai fase-fase dalam proses konseling di sekolah dan persoalan khusus dalam konseling individu.

1. Pembukaan
Fase ini berfokus pada pengembangan hubungan antarpribadi (working relationship) yang baik, yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan terarah dalam wawancara konseling. Konselor dapat berbasa-basi pada fase pembukaan sehingga hubungan yang baik dapat terbentuk antara konselor dengan konseli.

2. Penjelasan masalah
Pada fase ini, konseli mengemukakan hal yang ingin dibicarakan dengan konselor, sambil mengutarakan sejumlah pikiran dan perasaan. Sambil mendengarkan, konselor berusaha untuk menentukan jenis masalah apa yang dihadapinya, karena jenis masalah akan berkaitan dengan pendekatan yang digunakan.

3. Penggalian latar belakang masalah
Fase ini dapat disebut sebagai analisis kasus. Pada fase ini, konselor menentukan pendekatan konseling seperti apa yang harus diterapkan terhadap masalah konseli. Konselor sekolah mengambil sikap eklektik, dikarenakan sistematika analisis disesuaikan dengan jenis masalah, taraf perkembangan konseli, dan pengalaman konselor dalam menerapkan pendekatan konseling tertentu.

4. Penyelesaian masalah
Berdasarkan apa yang telah digali dalam fase analisa kasus, konselor dan konseli membahas bagaimana persoalan dapat diatasi.

5. Penutup
Bilamana konseli telah merasa mantap tentang penyelesaian masalah yang ditemukan bersama dengan konselor, proses konseling dapat diakhiri. Penutupan dapat diakhiri dengan ringkasan konselor tentang jalannya proses konseling dan menegaskan kembali keputusan yang telah diambil, atau mempersilahkan konseli untuk meringkas jalannya proses konseling. Kemudian, konselor dapat memberi kata-kata semangat kepada konseli (digunakan jika ini merupakan pertemuan terakhir antara konselor dengan konseli). Konselor dan konseli dapat menentukan jadwal pertemuan berikutnya (jika ini bukan merupakan pertemuan terakhir antara konselor dengan konseli).

Daftar Pustaka
Winkel, W.S. (2010). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

TEORI TEORI KONSELING


Konseling sudah cukup banyak dikenal orang, khususnya dalam dunia psikologi. Saat ini konselingbanyak digunakan oleh para profesional konselor dalam rangka membantu individu menyelesaikanmasalahnya. Selain itu, dalam dunia pendidikan juga konseling juga diaplikasikan oleh pihak sekolah. Halini disebabkan karena konseling dipandang penting dalam membantu siswa menjadi seorang pribadi yangdewasa dan matang.Konseling muncul dengan didasarkan pada berbagai teori.
Banyak teori yang digunakan dalamrangka pelayanan konseling. Winkel (1997:373) menyatakan bahwa teori konseling adalah suatukonseptualisasi atau kerangka acuan berpikir tentang bagaimana proses konseling berlangsung; apa yangterjadi selama proses konseling, perubahan yang bagaimana yang dituju, mengapa perubahan itu dapatterjadi, dan apa unsur-unsur yang memegang peranan pokok. Dewasa ini jumlah teori konseling yang dikemukakan oleh para ahli sudah cukup banyak.
Teori-teori konseling tersebut dikemukakan berdasarkan sudut pandang para ahli dan disesuaikan dengankeadaan pada saat ahli tersebut hidup.Dengan perbedaan isi atau metode dari masing-masing teori tersebut, maka berikut akan disajikanberbagai teori-teori konseling. Teori yang disajikan dalam bagian ini adalah teori-teori konseling yangdipelajari oleh mahasiswa/calon konselor di LPTK, dalam hal ini di Prodi Bimbingan dan KonselingUniversitas Sanata Dharma, yang nantinya akan dipraktikkan dalam program PPL-BK di sekolah menengah.Teori-teori tersebut adalah

1. Client-Centered Counseling
Konseling ini dipelopori oleh Carl Rogers yang dulunya dikenal dengan istilah konseling nondirektif. Konseling ini didasarkan atas keyakinan bahwa manusia memiliki hak atas diri sendiri dan mandiri sehingga di dalam proses konseling, konselor berusaha untuk membantu konseli agar tersadar dengan masalah mereka dan mampu memecahkan masalah mereka dengan kemampuan mereka sendiri. Fokus utama : perubahan dalam perilaku dengan mengubah cara orang berperasaan tentang diri sendiri. Konseli berperan penting di dalam proses konseling.

2. Trait-Factor Counseling
Pelopor yang paling terkenal dari teori ini adalah Edmund Griffith (E.G.) Williamson yang lahirpada tanggal 14 Agustus 1900 di Rossville, Illionis, dan meninggal pada tanggal 30 Januari 1979. Teori inijuga menekankan pada pemahaman diri melalui test psikologis dan menerapkan pemahaman tersebutuntuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh konseli, terutama yang berkaitan dengan pilihanprogram studi atau bidang pekerjaan. Yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas bagiseseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku. Ciri-ciri ini dianggap sebagai suatu dimensikepribadian yang masing-masing membentuk suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat tinggisampai sangat rendah (Winkel, 1997:388). Ciri-ciri inilah yang akhirnya disebut sebagai factors.
Teori ini bertujuan untuk membantu konseli dalam membuat keputusan atas alternatif pilihanyang berkaitan dengan pekerjaan/jabatan yang diinginkan. Implikasinya dalam dunia pendidikan adalahmembantu siswa dalam membuat keputusan atas pilihan jurusan atau program studi yang diharapkan dandengan bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh siswa tersebut. Jadi, teori ini bertujuan untuk membantumengatasi masalah yang dihadapi konseli yang termasuk dalam ragam bimbingan karier (Winkel dan SriHastuti, 2004:438-439).
Teori ini merupakan directive counseling atau Counselor-Centered Counseling, dimana konselor secara sadar mengadakan strukturalisasi dalam proses konseling dan berusaha mempengaruhi arah perkembangan konseli demi kebaikan konseli tersebut. Dalam proses wawancara konseling, konselor harus melakukan langkah-langkah yaitu membantu konseli mengumpulkan dan mengolah data tentang dirikonseli (data psikologis); data lingkungan hidup yang meliputi data konkret tentang lingkungan keluarga,masyarakat dan lingkungan bidang studi yang sedang ditinjau (data sosial). 

3. Konseling Behavioristik (Behavioristic Counseling)
Istilah Konseling Behavioristik berasal dari istilah bahasa Inggris Behavioral Counseling yangpertama kali digunakan oleh John D. Krumboltz (1964) yang juga promotor utama aliran ini. Beberapatokoh yang mengembangkan aliran ini adalah Dollar dan Miller, Wolpe, Lazarus, Eysenck, Thoresen, Bandura, Goldstein, Yates serta Dustin dan George.
Pendekatan ini menitikberatkan pada perubahan nyata dalam perilaku konseli sebagai hasil darikonseling. Pendekatan ini juga menekankan bahwa hubungan antarpribadi tidak dapat diteliti secarailmiah, sedangkan perubahan nyata dalam perilaku konseli memungkinkan dilakukan penelitian ilmiah.Pendekatan ini merupakan kebalikan dari pendekatan yang memandang hubungan antarpribadi antarakonselor dan konseli sebagai komponen utama dan mutlak serta sekaligus cukup untuk memberikan bantuan psikologis kepada seseorang. Keyakinan dasar yang dipegang dalam pendekatan ini adalah bahwa perilaku manusia merupakan hasil dari suatu proses belajar, maka dapat diubah dengan belajar baru(Winkel dan Sri Hastuti, 2004).
Maka, konseling behavioristik memiliki ciri-ciri, antara lain (Latipun, 2001:113):a.Berfokus pada perilaku yang tampak atau nyatab.Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan terapeutik/konselingc. Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah konseli. Penafsiran objektif atas tujuan terapeutik/konseling.
Jadi berdasarkan penjelasan di atas, dalam konseling behavioristik perumusan tujuan secaraspesifik lebih penting dibandingkan dengan proses hubungan konseling. Hal ini dikarenakan masalah dansituasi yang dihadapi oleh masing-masing konseli berbeda-beda, sehingga tujuan yang hendak dicapaimasing-masing pribadi juga berbeda sesuai dengan masalah dan kondisi yang dihadapi oleh konselitersebut. Tujuan konseling behavioristik sendiri adalah membantu konseli untuk mengubah perilaku salahsuai atau perilaku maladaptif dengan cara mempertahankan dan memperkuat  perilaku yang diharapkan,meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta membantu menemukan cara-cara berperilaku yang tepat(Corey (2003), Latipun (2001), Wilis (2004)).

4.  Rational-Emotive Therapy (RET)
Pelopor dan peletak dasar konseling ini adalah Albert Ellis. Beliau lahir pada tahun 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania dan dibesarkan di New York. RET merupakan sebuah terapi atau corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan akal sehat (rational thinking), berperasaan(emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa perubahan yang mendalam dalamcara berpikir dapat menghasilkan perubahan berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku (Winkel,1997, 144). Menurut Ellis (1994) perilaku seseorang khususnya yang berkaitan dengan emosi, bukan disebabkan secara langsung oleh peristiwa yang dialaminya, melainkan karena cara berpikir atau system kepercayaan seseorang (rasional atau irrasional) (Latipun, 2001: 93). Jadi tujuan dari RET adalah untuk memperbaiki dan mengubah sikap, cara berpikir, persepsi, keyakinan serta pandangan konseli yangirrasional menjadi rasional, sehingga ia dapat mengembangkan dirinya dan mencapai realisasi diri yangoptimal (Wilis, 2004: 76).
RET dalam teori-teori konseling dan psikoterapi dikelompokkan sebagai terapi kognitif-behavior,karena terapi ini berasal dari aliran pendekatan kognitif-behavioristik. Maka, RET juga sering disebut jugadengan nama lain seperti Rational Therapy, Rational Emotive Behavior Therapy, Cognitif BehaviorTherapy, Semantic Therapy, dan Rational Behavior Training.
Menurut Ellis (1994) ada tiga hal terkait dengan perilaku yang juga menjadi konsep dasar RET atau yang sering disebut sebagai konsep A-B-C, yaitu activating event atau activating experience (A) yang merupakan peristiwa atau pengalaman tertentu yang menjadi pendahulu berupa fakta, peristiwa, atausikap orang lain. Belief (B) yakni keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa atau pengalaman. Keyakinan manusia pada dasarnya ada dua yaitu keyakinan yang rasional atau masuk akal (rational belief/rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief/iB). Consequence (C) merupakan konsekuensi sebagai akibat atau reaksi individu dalam hubungannya dengan A. Jadi, C pertamakali ditimbulkan oleh B, baik rB ataupun iB terhadap A.
Dalam memberikan pelayanan kepada konseli dengan pendekatan ini, konselor hendaknya berpegang pada konsep dasar di atas dengan menambahkan unsur D (dispute) dan E (Effects). Dispute merupakan usaha yang dilakukan oleh konselor dalam membantu konseli untuk mengubah pikirannya yangirrasional dengan cara mendiskusikan secara terbuka dan terus terang dengan konseli. Effects adalah hasil-hasil yang diperoleh dari proses diskusi bersama konseli, hasil tersebut (seharusnya/harapannya) berupa pikiran yang lebih rasional dan perasaan yang lebih wajar serta perilaku yang lebih tepat dan sesuai.

5.  Konseling Eklektik
Konseling eklektik (Eclectic Counseling) mulai dikembangkan sejak tahun 1940-an oleh FrederickThorne yang merupakan promotor utama dari corak konseling ini. Corak konseling ini menunjukkan suatusistematika dalam konseling yang berpegang pada pandangan teoritis dan pendekatan yang merupakanperpaduan dari berbagai unsur yang diambil atau dipilih dari beberapa konsepsi serta pendekatan. Dengankata lain, konseling eklektik merupakan pandangan yang berusaha menyelidiki berbagai sistem metode,teori atau doktrin yang dimaksudkan untuk memahami dan bagaimana menerapkannya dalam situasi yangtepat dalam rangka membantu konseli menyelesaikan masalahnya. Hal ini mendasarkan pada pandanganbahwa semua teori konseling yang ada pastilah memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.Atau terkadang konselor merasakan adanya pembatasan apabila hanya menggunakan satu teori ataupendekatan saja dalam proses konseling. Latipun (2001:135) mengemukakan hal yang sama, yakni bahwapendekatan konseling eklektik merupakan sebuah pendekatan konseling yang didasarkan pada berbagaikonsep dan tidak berorientasi pada satu teori secara eksklusif. Sebuah teori itu memiliki keterbatasankonsep, prosedur dan teknik, serta kelebihan dan kelemahan. Karena itu pendekatan konseling eklektikmempelajari teori dan menerapkannya sesuai dengan keadaan riil konseli.
Berkaitan dengan pendekatan eklektik ini, Winkel (1997) mengusulkan suatu pola pendekatan yang lebih memungkinkan untuk diterapkan di institusi pendidikan. Pola tersebut adalah pola yang memungkinkan konselor melayani suatu kasus yang penyelesaiannya terutama terdiri atas pilihan di antarabeberapa alternatif (a choice case). Dalam pola ini, konselor melaksanakan wawancara konseling untuk membuat suatu pilihan (Decision Making Interview). Dalam pola ini, langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk membantu konseli adalah peninjauan pro dan kontra dari alternatif oleh konseli, kemudian dinilaidari sudut pandang “Bisa dipilih?; mungkin untuk dipilih?” (Possible?), selanjutnya “Ingin dipilih?”(Desirable?), dan yang terakhir adalah “Kalau dipilih, akan membawa hasil yang diharapkan?” (Feasible)
Pola yang kedua adalah pola yang memungkinkan konselor melayani suatu kasus yangpenyelesaiannya terutama menuntut perubahan sikap serta tindakan penyesuaian diri terhadap situasikehidupan yang tidak dapat diubah dan harus diterima seadanya (a change case). Dalam pola ini, konselormelaksanakan wawancara konseling untuk penyesuaian diri (Interview for Adjustment). Untuk kasus ini,konselor membantu konseli untuk meninjau kembali sikap dan pandangannya sampai sekarang sertamemikirkan sikap dan tindakan yang lebih baik.
Teori konseling di atas hanyalah sebagian dari sekian banyak teori konseling yang ada saat ini.Teori di atas merupakan dasar yang paling sering digunakan di dunia pendidikan.Semoga sedikit berguna bagi yang membacanya

Daftar Pustaka
Winkel, W.S. (2010). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Kamis, 17 November 2011

sharing with kak Ganda simatupang


Sharing serta diskusi pada mata kuliah Bimbingan Konseling pada tanggal 15 November 2011 dengan pembicara Ganda Simatupang dimana kak ganda juga merupakan alumni S1 dan S2 Psikologi USU.
Kak Ganda bekerja di sebuah perusahaan penyedia konselor yang terletak di gedung Binus dan aktif sebagai konselor sekolah di beberapa sekolah termasuk sekolah Sutomo Medan.
Hasil diskusi:
  1. Apa itu Konseling Sekolah? Apa perbedaannya dengan BP?
Konseling adalah proses mengarahkan, membimbing, dan mengembangkan jiwa-jiwa yang membutuhkan. Hal yang paling penting ialah konselor harus menghargai jiwa-jiwa yang datang, bukan sekedar hanya untuk menuntaskan tugas-tugasnya dalam jabatan.
Guru BP tidak melakukan peran sebagai konselor di sekolah-sekolah sekarang ini. Pihak sekolah tidak menempatkan orang-orang yang berkompeten untuk mengisi posisi ini. Sekolah melihat tidak ada keuntungan dengan menempatkan orang yang profesional sehingga menempatkan guru-guru yang tidak memiliki pekerjaan pada posisi ini.
  1. Siapa yang paling cocok untuk menjadi konselor sekolah?
Pertama-tama kak Ganda menjelaskan bahwa semua orang yang terlatih untuk melakukan proses konseling dapat menjadi konselor. Pendeta, Ustad dapat melakukan proses konseling, bahkan mahasiswa yang telah mendapatkan pelatihan dapat melakukannya. Sebagai konselor, lulusan Jurusan Psikologi dan lulusan akademik Bimbingan Sekolah tidak terdapat perbedaan yang signifikan, karena lulusan akademik juga sudah mulai mempelajari konseling tidak hanya berdasarkan teori akademik tetapi juga dengan perasaan dan melihat dari sisi kepribadian.
  1. Peluang kerja konselor
Sekolah-sekolah di Medan sekarang ini belum menempatkan konselor-konselor profesional di sistem ajarannya. Sepengetahuan Kak Ganda hanya tiga sekolah yang telah menempatkan konselor profesional di sekolahnya. Kebanyakan sekolah bergikir bahwa mereka dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri, mungkin dengan cara menghukum menghormat bendera satu harian, dll.
Menurut Kak Ganda, idealnya 1 konselor melayani 50 siswa walaupun untuk sekarang ini masih terlihat mustahil. Di sekolah Sutomo, tempat Kak Ganda bekerja terdapat 3 konselor untuk 3000 siswa.
Menurut Kak Ganda, pihak-pihak sekolah lebih tertarik kepada pelamar dari jurusan psikologi, yang melamar sebagai konselor. Hal ini membuat peluang kerja bagi konselor khususnya mahasiswa psikologi cukup besar.
  1. Kelemahan konselor sekolah saat ini:
    1. sekolah-sekolah kurang menghargai konselor sekolah, karena pihak sekolah tidak mengetahui fungsi dari konselor sekolah
    2. pihak sekolah merasa rugi untuk membiayai konselor
    3. pihak sekolah mempunyai cara penyelesaian masalah sendiri, seperti memberi hukuman menghormat bendera, SPO, dll.









Kamis, 03 November 2011

Hasil diskusi dan tanya jawab presentasi kel 6 (Asas-asas layanan bimbingan "konseling")

http://amieanugrah.blogspot.com/Secara umum, presentasi kali ini membahas mengenai hal-hal yang harus diperhatikan di dalam komunikasi antarpribadi di dalam konseling, kondisi eksternal (setting ruangan), kondisi internal (bagaimana sikap, kepercayaan dan kepribadian konseli dan konselor berpengaruh terhadap sesi konseling), teknik-teknik konseling verbal dan nonverbal beserta bagaimana peran tenaga pengajar di dalam proses konseling. Berikut ini akan dibahas pertanyaan yang muncul di sesi :

TANYA JAWAB
Teknik-teknik di dalam konseling dapat dibedakan menjadi dua yaitu teknik konseling verbal dan teknik konseling nonverbal. Tidak harus semua teknik digunakan di dalam proses konseling, teknik tersebut dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan, misalnya : teknik probing dapat digunakan ketika konseli hanya memberikan informasi yang sangat terbatas kepada konselor, contoh :
Konseli (Ki) : Saya merasa sedih..
Konselor (Kr) : Apa yang membuat anda merasa sedih?
Ki : keluarga..
Kr : Apa yang terjadi di dalam keluarga?
Setiap teknik memiliki manfaat masing-masing sehingga tidak dapat dikategorikan mana teknik yang paling penting.

ROLE PLAY 
Sesi presentasi pada hari selasa tanggal 25 Oktober 2011 (kamis) diisi dengan sesi role play dimana semua peserta presentasi ikut serta di dalamrole play sehubungan dengan teknik konseling verbal yang ada di buku. Peserta dibagi ke dalam 3 kelompok, dan setiap kelompok menyusun role play yang berkaitan dengan teknik-teknik konseling tersebut. Tujuan diadakannya role play adalah membuat peserta lebih semangat di dalam mengikuti jalannya presentasi, selain itu peserta dapat lebih memahami teknik-teknik konseling dengan cara mempraktikkannya. Berikut adalah hasil dokumentasi dari sesi role play :


Kelompok 1





kelompok 2




Kelompok 3


Daftar Pustaka
Winkel, W.S. (2010). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta:
Media Abadi

Kelompok 6

Senin, 24 Oktober 2011

PROGRAM BIMBINGAN DI SEKOLAH





ASPEK



Program bimbingan
Tujuan institusional
Kebutuhan
Pola dasar
Komponen bimbingan
Bentuk bimbingan
Tenaga memegang peran kunci
TK
Kurikulum Taman Kanak-Kanak, 1976 dan 1986

jasmani primer dan keutuhan psikologis, seperti kasih saying dan perasaan aman

generalis




Konsultasi
kelompok
Guru kelas
SD
UUSPN Nomor 2 1989, pasal 4, dalam PP Nomor 28 1990 tentang Pendidikan Dasar.

mendapatkan kasih saying dan perhatian, menerima pengakuan terhadap dorongan untuk memajukan perkembangan kognitif.

Generalis
pengumpulan data, pemberian informasi, dan konsultasi

Kelompok
Guru kelas
SMP
UUSPN Nomor 2 tahun 1989, pasal 4, dalam PP nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar
Bersifat psikologis, seperti mendapat kasih saying, menerima pengakuan terhadap dorongan mandiri, memperoleh prestasi berbagai bidang, punya hubungan persahabatan dengan teman sebaya.
Tergantung lokasi lembaga sekolah (sekolah daerah terpencil pakai pola generalis dan sekolah lingkungan kota pakai pola spesialis)
Pengumpula data, pemberian informasi, penempatanm konseling, konsultasi, evaluasi program.
Kelompok
Tergantung pola.  Baik generalis atau spesialis
SMA
UUSPN Nomor 2 tahun 1989, pasal 4, dalam PP nomor 29 tahun 1990 tentang pendidikan dasar
Bersifat psikologis, mendapat perhatian dan dukungan, pengakuan, menerima kebebasan, memperoleh prestasi, membina persahabatan.
Tergantung lokasi lembaga sekolah
Seluruh komponen bimbingan (Pengumpula data, pemberian informasi, penempatanm konseling, konsultasi, evaluasi program.)
Kelompok
Tergantung pola dasar yang dipegang.
Perguruan Tinggi
UUSPN pasal 16, PP Nomor 30 Tahun 1990
Bersifat psikologis, mendapat penghargaan dari teman, dosen dan sesame anggota keluarga, menikmati rasa puas karena mencapai sukses dalam studi akademik, memiliki rasa harga diri.
Generalis
Layanan konseling sepanjang masa studi
Tergantung layanan bimbingan yang diberikan.
Biro bimbingan dan konseling atau pusat Bimbingan

Kamis, 06 Oktober 2011

Ruang Lingkup Bimbingan (presentasi 1)

A.  Bimbingan Sebagai "Bantuan"
1. Makna dan Tujuan Pelayanan Bimbingan -Konseling
Beberapa defenisi Bimbingan menurut:
-           Rochman Natawidjaja (1981) : bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan  diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.
-          Moegiadi (1970) : bimbingan dapat berarti
o   Suatu usaha untuk melengapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri
o   Suatu cara pemberian pertolongan atau bantuan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya
o   Sejenis pelayanan kepada individu-individu, agar mereka dapat menentukan pilihan, emnetapkan tujuan dengan tepat dna menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan di dalam lingkungan di mana mereka hidup.
o   Suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal: memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan; memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungan.
Tujuan pelayanan bimbungan :
o   Supaya sesame manusia dapat mengatur kehidupannya sendiri
o   Menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal mugkin
o    memikul tanggung jawab sepenuhnya atas arah hidupnya sendiri.
o   Menggunakan kebebasannya sebagai manusia secara dewasa dengan berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potnsi yang baik padanya.
o   Menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam kehidupan ini secara memuaskan.
Defenisi konseling menurut beberpa ahli:
-          English and English (1958) : konseling merupakan sebuah hubungan, dimana salah satu orang menoong orang lain untuk mengerti keadaannya dan dpat membantunya dalam menyelesaikan masalah individu.
-          Andi Mappiare (1984): serangkaian kegiatan yang paling pokok bimbingan dalam usaha membantu klie secara tatap muka, dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Maka,  dalam konseling orang yang meminta bantuan ingin mengalami suatu perubahan atas kesadaran serta kemampuan sendiri dan mengharapkan sumbangan dari konselor.
2. Orang-orang yang dilayani
o   Individu yang sudah sampaipada umur tertentu sehingga sadar akan tugas-tugas
o   Individu harus dapat menggunakan pikiran dan kemauan sendiri sebagai manusia berkehendak bebas.
o   Individu harus rela memanfaatkan pelayanan bimbingan.
o   Harus ada kebutuhan objektif untuk menerima pelayanan bimbingan.
Aneka bidang permasalahan yang dihadapi oleh para siswa dan mahasiswa:
o   Belajar, motivasi belajar kurang
o   Keluarga, suasana rumah kurang memuaskan
o   Pengisian waktu luang, tidak tahu cara mengisi waku luang dengan kegiatan bermanfaat
o   Pergaulan dengan teman sebaya
o   Pergulatan dalam diri sendiri
Fungsi Pelayanan Bimbingan di Sekolah:
o   Mengarahkan semua kegiatan di sekolah supaya tujuan institusional dapat dicapai dengan seefektif mungkin
o   Membekali siswa dengan pemahaman dan pengetahuan, nilai dan sikap serta ketrampilan yang dirancang dalam kurikulum pengajaran.
o   Memberikan pelayanan kepada siswa dalam hal-hal yang tidak ditangani dalam rangka program pengajaran.
Asas-asas Pelayanan Bimbingan di Sekolah
o   Bimbingan terutama menaruh perhatian pada keseluruhan perkembangan siswa dan mahasiswa sebagai individu yang mandiri dan mempunyai potensi untuk berkembang dalam semua aspek kepribadiannya.
o   Bimbingan berkisar pada dunia subjek masing-masing siswa dan mahasiswa
o   Bimbingan mengarah pada suasana dan situasi bekerja sama antara tenaga pendidik yang membimbing dan siswa serta mahasiswa yang dibimbingan.
o   Bimbingan berasaskan pengakuan dan bermartabat dna keseluruhan individu yang dibimbing sebagai manusia yang berdaulat dan berkehendak bebas.
o   Bimbingan bercorak ilmiah an merupakan ilmu terapan yang mengintegrasikan semua pengetahuan yang diperoleh dari banyak ilmu
o   Bimbingan dapat dimanfaatkan oleh smua siswa dan mahasiswa
o   Bimbingan bercirikan sebagai suatu proses, yaitu berlangsung terus-menerus, berkesinambungan, berurutan, dan mengikuti tahap-tahap perkembangan anak muda serta irama perkembangan msing-masing subjek.